Sobekan kertas itu berserakan, seperti ada yang baru saja merobeknya menjadi berantakan. Buku lain mulai menghampirinya karna mendengar ada suara tangisan pilu dari kertas tersebut. Makin di dekatkan suaranya makin terasa menyakitkan.
Buku lainnya itu lantas mengurungkan niatnya untuk bertanya, tapi sobekan kertas itu berkata,
“Anak manusia itu yang membuatku jadi seperti ini”
Buku lain itu melihat dengan terkesima, bahkan sebelum menyobeknya, buku yang terlihat ringkih itu telah di nodai dengan banyak bolpoin hitam pekat.
“Aku tidak bersungguh - sungguh dalam perkataan—“ sobekan kertas itu menarik napas sejenak “—aku hanya tak bisa berhati - hati dalam ucapanku”
Tangisan itu kembali memecah kesunyian, sambil berbisik dia mengatakan maaf, sembari menyalahkan dirinya sendiri.
Sobekan kertas itu hanya ingin mendapat perhatian, terlalu malu untuk mengatakan isi hati yang sebenarnya.
Diam - diam buku lain itu mundur, ia hanya ingin mencari dimana anak manusia itu. Selang beberapa waktu ia menemukan anak manusia itu sedang duduk sambil menyesap kopi hitamnya. Ia tampak sibuk dengan pekerjaannya, dengan kesenangannya. Buku lain itu kini akhirnya mengerti apa yang tengah di rasakan sobekan itu, dia merasa dilupakan.
—whenthenightcomes
Tidak ada komentar:
Posting Komentar